Senin, 26 Mei 2014

Reality Show Paling Kontoversi

Berikut ini adalah 10 tayangan "reality show" Indonesia paling kontroversi karena berisi hal-hal yang tidak mengindahkan nilai-nilai kesopanan, tata-krama, dan kehalusan etika budaya Bangsa Indonesia. Atas nama etika dan tata-krama, maka "reality show" yang saya ketengahkan berikut ini adalah acara yang masa tayangnya sudah berakhir.
1. UANG KAGET
apa perasaan Anda jika ada orang yang memberikan sejumlah uang pada Anda, namun uang tersebut harus dihabiskan dalam waktu sesingkat-singkatnya? Anda tidak diberi kesempatan sama sekali untuk memanfaatkan uang itu dengan bijaksana, sebaliknya Anda didesak untuk "memfoya-foyakan" uang tersebut secepat mungkin tanpa boleh berpikir panjang. 

Inilah yang terjadi dalam acara Uang Kaget yang sempat populer tahun 2004 - 2009 silam. Dalam acara kreasi Helmy Yahya ini, Sang Host (Helmy Yahya sendiri) berkeliling ditemani oleh segerombolan kru televisi dan polisi, mencari orang-orang yang kurang mampu. Setelah menemukan mereka, Pembawa Acara akan memberikan uang sepuluh juta dan meminta orang tersebut untuk menghabiskan uang tersebut dalam waktu 30 menit. Semua barang yang dibeli dalam waktu tersebut akan menjadi milik peserta, sedangkan jika ada sisa wajib dikembalikan.

Tentu saja peserta akan berusaha "mati-matian" untuk menghabiskan uang tersebut. Mereka berbelanja dengan kalap, tanpa pikir panjang, dan terkesan asal-asalan hanya demi menghabiskan sepuluh juta yang "dihibahkan" pada mereka. Walau terkesan ada misi sosial di dalam acara ini, namun kita semua harus jujur bahwa acara demikian sangat tidak manusiawi, dan tidak mendidik. 

Memberi uang pada orang tidak mampu memang bagus. Tapi jika si penerima uang diwajibkan menghabiskan uang yang diberikan dalam waktu sekejab, bukankah sama saja mengajari orang itu untuk berfoya-foya? Bayangkanlah jika Anda diberi sebuah kenikmatan, tapi hanya boleh dinikmati dalam waktu singkat dan terburu-buru. Bagaimana rasanya? Ga enak kan? Nah, itulah yang terjadi. 

Alih-alih membantu orang miskin agar hidupnya lebih baik, acara tersebut justru membuat peserta yang miskin mengenal hidup mewah dan "memaksanya" untuk berfoya-foya. Apakah setelah mengikuti acara tersebut, hidupnya akan lebih baik? Tidak, karena dia akan berusaha untuk mencari cara agar bisa "berfoya-foya" kembali, seperti saat ikut acara itu. 
2. PLAYBOY KABEL

Playboy Kabel adalah acara "reality show" yang berformat investigasi, di mana dalam setiap episode ada orang (biasanya kaum hawa) yang ingin membuktikan kesetiaan kekasihnya dengan cara meminta bantuan Tim Playboy Kabel mengetes kekasihnya tersebut. Caranya : Tim "mengutus" seseorang untuk berpura-pura menggoda kekasih si Pelapor (sebutan untuk orang yang meminta bantuan Tim Playboy Kabel). 

Penggoda akan menghubungi kekasih Pelapor untuk bertemu di sebuah tempat. Setelah disepakati waktu dan lokasi, keduanya pun memutuskan untuk bertemu. Sebelum pertemuan terjadi, Tim Playboy Kabel telah memasang beberapa kamera tersembunyi di lokasi pertemuan. Sementara Si Pelapor berada di ruang terpisah, menonton reaksi kekasihnya dari monitor yang telah disediakan. 

Dan dapat dipastikan, 99% kekasih Si Pelapor akan tergoda dan "terjerat" jebakan Tim Playboy Kabel. Melihat Kekasihnya tergoda, jelas Si Pelapor panas dan langsung melabrak kekasihnya.
Siapa pun yang menonton acara ini dapat dengan langsung menangkap bahwa ada yang salah dengan acara ini. 

Cara yang dilakukan Tim Playboy Kabel sama saja dengan mengumpani seekor serigala dengan seonggok daging segar yang gurih dan lezat. Apalagi jauh sebelum acara itu direkam, sang calon korban telah lebih dulu "diintimi" Si Penggoda dengan cara sering diteleponi, diakrabi, dan pada akhirnya diajak ketemuan. Wajar jika imannya goyah. Saat imannya sudah goyah, hati dan hidupnya dihancurkan oleh Tim Playboy Kabel. Disinilah letak ketidaketisannya.

Tujuan acara ini bukanlah untuk "tes", namun lebih terkesan "merusak hubungan" (ya dong... kalau Si Korban tidak mempan dengan godaan Si Penggoda, apa serunya acara ini???). Jika Tim Playboy Kabel merasa hal ini "sah-sah saja" dengan alasan rating, maka ada yang tidak beres dengan Tim Kreatif acara ini ....

3. KETOK PINTU
Ini adalah salah satu acara yang terbilang paling "ga sopan" dan "ga tahu diri" yang pernah saya tonton. Acara yang pernah populer dan disiarkan sekitar tahun 2001 - 2005 ini dibawakan oleh Bryan Stone. Dalam acara ini, Bryan mengunjungi rumah para seleb yang kala itu masih tertidur. Entah bagaimana caranya, Bryan tiba-tiba bisa masuk ke kamar dan mengagetkan si seleb yang masih tertidur. Tanpa memberi kesempatan si seleb untuk menyadari apa yang sedang terjadi, Bryan langsung membongkar isi kamar, tas, dan dompet si seleb. 

Seumur hidup, saya belum pernah mendengar kalau masuk ke rumah - apalagi ke kamar tidur - seseorang tanpa ijin adalah hal yang "wajar-wajar saja" dan dapat diterima secara etika. Bahkan di Amerika Serikat yang terkenal liberal dan bebas sekalipun, jika seseorang masuk ke halaman rumah orang tanpa ijin saja (tidak perduli untuk kepentingan apapun), dapat dikategorikan melakukan pelanggaran (trespassing) - apalagi masuk ke kamar tidur seseorang yang notabene adalah area "private and intimacy" - dan dapat dikenakan sanksi dipenjara atau membayar denda. 

Jadi sungguh sangat keterlaluan jika masuk ke kamar orang tanpa ijin - dan menggeledah kamar orang tersebut - menjadi hal yang sah-sah saja karena alasan "Hiburan". Kalau sudah demikian, lantas di manakah etika dan tata krama orang2 Indonesia? 
4. MASIHKAH KAU MENCINTAIKU
Maafkan saya. Bukan maksud hati untuk mencela Helmy Yahya, tapi saya terpaksa harus mengangkat salah satu acara kreasinya kembali sebagai acara yang paling tidak pantas dijadikan tontonan. Acara bertajuk Masihkah Kau Mencintaiku ini ditayangkan tahun 2009 - 2010. Mungkin stasiun televisi pun menyadari "ketidaketisan" acara ini sehingga menayangkan acara tersebut cukup malam (pukul 22.00). Acara yang dipandu Helmy Yahya dan Dian Nitami tersebut mempertemukan sepasang suami-istri (wajah mereka disamarkan dengan topeng) yang sedang bermasalah. 

Keduanya duduk terpisah - berlawanan arah -dan masing-masing ditemani keluarga mereka. Di samping, duduk 3 orang Psikolog yang akan menjadi "Konselor". Saat acara berlangsung, sepasang suami-istri itu beradu mulut dan beragumentasi mengenai ketidaknyamanan mereka terhadap pasangan. Caci maki mewarnai nyaris sebagian besar acara. Walau beberapa kali ditengahi oleh Host (peran mereka lebih mirip wasit di ring tinju, ketimbang Moderator atau Penengah), tetap saja keributan dan pertengkaran hebat terjadi. Hingga di akhir acara, ketegangan baru diredam oleh Para Konselor yg seolah-olah "berhasil" mendamaikan pasangan tersebut. 

Walau sangat kentara dibuat dengan "skenario terstruktur", namun tetap saja acara tersebut sangat tidak etis karena memberi kesan bahwa Masalah Keluarga hanya bisa selesai jika diangkat ke forum umum. Apakah benar? Apakah orang perlu mengumbar-umbar masalah keluarganya di depan orang banyak agar masyarakat dapat membantu menyelesaikannya (atau bahkan berperan sebagai Wasit sekaligus Penonton)?
Jika jeli, maka Anda akan sering lihat bahwa belakangan sudah menjadi hal biasa melihat pasangan pria-wanita beradu mulut di depan orang banyak. 

Beberapa kali saya memergoki sepasang pria-wanita yang tidak saja beradu mulut, namun juga beradu jotos di depan umum. Anda dapat melihat bahwa masalah keluarga kini sudah bukan lagi masalah internal pasangan suami-istri yang bisa diselesaikan baik-baik secara kekeluargaan, namun sudah menjadi urusan (dan tontonan) publik. 
5. KACAU
Sesuai namanya, acara yang ditayangkan tahun 2008 ini benar-benar "kacau" dalam artian sesungguhnya : Kacau dalam penyajian, serta kacau dalam menjalankan perannya sebagai tontonan yang sehat, sopan, dan bertata-krama. Dalam acara tersebut, seorang atau beberapa artis dijadikan "bala kacau" (penyebab kekacauan) yang akan membuat orang-orang di sekitarnya kaget karena ulah mereka. Sang artis tiba-tiba marah, melakukan hal2 yang tidak terduga, bahkan menjadi provokator, sehingga menimbulkan keributan. Tidak sedikit nyaris terjadi perkelahian beneran, yang melibatkan tim sekuruti bahkan polisi.

Bagi sebagian orang, mungkin acara ini sangat memicu "adrenalin". Namun, coba perhatikan baik-baik : Ada artis yang bertindak arogan, mencaci-maki orang tanpa sebab, membuat kekacauan yang ga jelas, serta merusak suasana sebuah acara. Memang pada akhirnya semua orang tertawa saat mengetahui tindakan si artis hanyalah "akting". Namun, pikirkan baik-baik dengan akal sehat Anda, apakah lelucon semacam ini benar-benar lucu?

Kalau Anda bilang lucu, cobalah lakukan sendiri : Caci maki teman Anda tanpa alasan yg jelas, lalu 3 menit kemudian Anda katakan kalau tindakan tadi hanyalah sebuah lelucon. Siapa yang bisa tertawa? Sudah syukur kalo teman Anda itu tidak menghadiahi bogem mentah ke wajah Anda.
Tontonan ini memang tujuannya "menghibur". Namun caranya kok tidak pantas dan ga bermutu sekali? 

6.PARANOID :
Mungkin salah satu reality show yang perlu dikenang karena "ketidaketisannya" sekaligus memakan korban adalah acara ini. Ditayangkan di tahun 2008, acara ini mengambil format "spoof" di mana para korban diambil secara acak dan dikejutkan dengan kejadian-kejadian yang bikin mereka paranoid. Sebagian besar ditakuti dengan kejutan pemunculan mahluk halus seperti kuntilanak, pocong atau pun yang lain.
Acara ini memakan korban - Diana Damey Pakpahan - yang kala itu sedang hamil 8 bulan nyaris keguguran setelah terjatuh akibat dikageti oleh Tim Paranoid. Atas kejadian itu, Diana sempat memejahijaukan produser dan stasiun televisi yang membuat serta menyiarkan acara tersebut. Beruntung semua pihak akhirnya bisa berdamai.

Memang sah-sah saja jika kita ingin bercanda, apalagi menguji nyali orang. Tetapi apakah perlu seekstrim ini? Apakah perlu korban berjatuhan dulu, baru Anda sadar kalau selera humor Anda sudah keterlaluan? 

7.MOP (Mbikin Orang Panik)

Merupakan salah satu acara reality show berusia pendek. Ditayangkan sekitar tahun 2005, reality show ini hanya ditayangkan sekitar 10 episode sebelum akhirnya masa penayangannya dihentikan. Seyogyanya, acara yang mengambil format "spoof" ini bertujuan untuk "ngerjain" orang di mana seorang korban yang dipilih secara acak dikerjain hingga panik dan ketakutan. Pada saat dia hampir putus asa, barulah dikasih tahu kalau dia baru saja dikerjain.

Nah, dalam sebuah episode diceritakan ada seorang korban - Piko, yang saat itu Mahasiswa Universitas Indonesia Esa Unggul - yang tiba-tiba didekati oleh polisi (diperani anggota polisi Metro Jaya sesungguhnya). Si korban dicurigai membawa ganja. Saat digeledah, diam-diam sang polisi menanamkan narkoba ke tubuh korban. Begitu narkoba tersebut ditemukan, sang korban langsung digelandang ke polisi dan ditanya macam-macam. Sang korban benar-benar stress dan nyaris depresi.

Akibat tayangan tersebut, Kepala Polda Metro Jaya (kala itu) Inspektur Makbul Padmanegara langsung menyidangkan tiga perwira polisi yang ikut dalam tayangan tersebut (Kepala Polsek Kebon Jeruk KomPol Ahmad Alwi, Wakapolsek Kebon Jeruk Ajun Kompol Hermino, dan Kepala Unit Patroli Polsek Kebon Jeruk Inspektur Satu Sunarjo). Tayangan tersebut dianggap sangat melanggar kode etik kepolisian dan mencemarkan nama baik polisi.
Sejak mencuatnya kasus ini, maka acara tersebut langsung dihentikan penayangan dan pembuatannya. 

8. MATA-MATA
Salah satu reality show ekstrim yang pernah disiarkan tahun 2008 silam adalah Mata-mata. Secara garis besar, acara ini menuturkan tentang seorang klien yang meminta Tim Mata-mata untuk memata-matai dan mengikuti seseorang (biasanya teman dekat, saudara, atau kekasih mereka) yang diduga melakukan hal yang tidak berkenan. Setelah beberapa hari diikuti dan semua kegiatannya direkam, pada bagian akhir acara, rekaman itu ditayangkan di hadapan orang yang dimata-matai.

Terus terang, acara yang diproduseri (lagi-lagi) Helmy Yahya ini jelas-jelas melanggar etika, terutama hak privasi orang. Apakah etis jika Tim Mata-mata menayangkan rekaman investigasi mereka di hadapan pelaku dan pelapor, serta disiarkan secara luas di stasiun televisi? Artinya ada jutaan mata yang turut serta menjadi "saksi" kejadian yang direkam Tim Mata-Mata. Apakah etis mengangkat kesalahan org dan mempublikasinnya ke publik seperti itu? Bukankah itu sama saja dengan "pembunuhan karakter", "pemerkosaan hak asasi", dan "penelanjangan harga diri"? Kalau sudah demikian, apa bedanya acara ini dengan film biru?

9. CURHAT
Di tahun 2009, ada sebuah acara "reality show" berbentuk obrolan yang dipandu Anjasmara. Format acara ini adalah curhat para tamu mengenai hal dalam kehidupannya. Mirip dengan acara Kick Andy. Bedanya : Curhat jauh lebih "luar biasa", dalam artian Luar Biasa Brutalnya, Luar Biasa Kasarnya, dan Luar Biasa Liarnya!!! Sepanjang acara berdurasi 30 menit itu berlangsung, sang tamu - yang terdiri dari beberapa orang - tidak saja saling adu mulut, namun saling tarik pakaian, mencaci-maki, bahkan beberapa kali nyaris beradu fisik. Dan semuanya seperti dibiarkan mengalir apa adanya. 

Makin hebat keributan yang timbul, makin seru pula acara tersebut. Anjasmara tidak tampak menjadi Host yang dapat meredam "keributan" yang terjadi, namun justru seringkali terkesan "bingung" mencari cara merelai tamunya. Beberapa "kata bijak"-nya justru terkesan hambar dan garing karena tidak menyelesaikan masalah, namun dibiarkan mengambang tanpa makna. 

Jelas tontonan semacam ini sangat tidak etis karena seolah-olah memberikan pesan bahwa "semua masalah bisa diselesaikan dengan kekerasan". Tidak ada hal cerdas yang bisa diambil dari acara ini selain gambaran bahwa tamu-tamu yang diundang tidak lebih dari sekumpulan preman pasar yang sengaja dikumpulkan di sebuah acara televisi untuk saling baku-hantam. Makin kacau acara itu, makin tinggi pula ratingnya.

10. TUKAR NASIB
Satu lagi acara "reality show" lain yang berusia pendek : Tukar Nasib. Acara yang ditayangkan tahun 2009 dengan jumlah tayang 12 episode ini menampilkan dua keluarga (satu keluarga kaya dan satu lagi lagi keluarga miskin), di mana hidup kedua keluarga itu ditukar (yang kaya tinggal di rumah miskin, dan yg miskin di rumah yang kaya).

Jika melihat tujuan acara tersebut sangatlah mulia, di mana Yang Kaya tinggal di rumah Yang Miskin agar dapat merasakan penderitaan yang dialami si miskin. Sedangkan Yang Miskin tinggal di rumah Yang Kaya agar memahami betul perjuangan Yang Kaya agar bisa kaya seperti sekarang.

Sayangnya, acara ini terasa menjadi sangat tidak etis karena menampilkan sosok keluarga miskin sebagai keluarga yang sangat kampungan dan menjadi bahan olokan. Pemirsa bisa lihat bagaimana Keluarga Miskin yang tinggal di rumah Si Kaya begitu kikuk menyikapi kehidupan orang kaya. 

Coba renungkan, bagaimana mungkin Sang Ayah dari Keluarga Miskin itu disuruh memimpin rapat di kantor si kaya, atau menjadi Manager Marketing yang menjual mobil ke seorang pelanggan? Mereka - yang sama sekali tidak dibekali pengetahuan apapun, terkesan "dilempar begitu saja ke kandang harimau" - hanya bisa tersenyum bingung, sembari ditertawai para staf dan pelanggan. Apakah cara seperti ini etis? Bukankah justru menjatuhkan harga diri Sang Ayah dari Keluarga Miskin tersebut, yang membuatnya minder dan sakit hati? Apakah cara ini patut dilakukan? Di mana etikanya?Di mana hati nurani Tim Kreatif acara ini? 

Sebaliknya, saat Keluarga Kaya jadi miskin, tidak digambarkan bagaimana usaha mereka untuk dapat memperbaiki kehidupan bersahaja itu. Mereka hanya meneruskan apa yang biasa dilakukan oleh keluarga miskin itu saja. Jelas banyak kekacauan yang timbul karena itu bukan cara hidup mereka. Akan lebih baik jika ada penggambaran bagaimana Keluarga Kaya menyikapi hidup prihatin itu dengan mengubah cara hidup, cara bekerja, dan cara bergaul dengan lingkungan sekitar, sehingga hidup mereka bisa lebih baik.

Saya yakin, banyak Keluarga Kaya yang awalnya berasal dari keluarga biasa saja. Mereka tentu punya cara untuk dapat membuat hidup mereka yang dulu menjadi lebih baik seperti sekarang. Dan cara mereka bisa menjadi contoh yang baik bagi orang-orang yang ingin mengubah nasib mereka. Jika tayangannya dikemas dengan format seperti itu, tentu akan dapat memotivasi orang (terutama dari keluarga golongan menengah ke bawah) untuk dapat belajar mengubah hidup mereka menjadi lebih baik.

Sayang memang. Acara yang seharusnya menjadi sebuah pembelajaran yang baik, justru hanya menjadi sebuah acara "tukar nasib" yang mentah dengan kekonyolan yang tidak etis (terutama saat menyoroti hidup Keluarga Miskin yang tiba-tiba menjadi "Orang Kaya Baru"). Tidak ada pesan moral dan hal baik yang bisa didapat, selain membuat jurang pemisah Si Kaya dan Si Miskin semakin lebar. 

Saat menonton acara Reality Show, mungkin Anda - dan saya - sebagai penonton bisa saja tertawa karena kita sedang memposisikan diri sebagai "Penonton". Namun cobalah sesekali saat menonton, kita memposisikan diri sebagai "Korban" dan "Pelaku" dari acara tersebut. Apakah masih ada senyum dan tawa lepas yang dapat keluar dari mulut kita?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar