Ahad pagi lalu, jet-jet tempur Israel kembali menggempur Kota Gaza. Kali salah satu sasarannya adalah Menara Jurnalis, bangunan 15 lantai tempat pelbagai media lokal dan internasional berkantor, seperti stasiun televisi Al Arabiya, Sky News, Al Quds TV, France 24, dan Russia TV.
Tembakan rudal itu melukai delapan wartawan, termasuk juru kamera Khadir al-Zahhar. Lelaki 20 tahun ini terpaksa kehilangan kaki kirinya, seperti dilansir Al Arabiya.
Menurut kelompok pemantau hak asasi Al-Mizan, para penghuni gedung mendapat selebaran dibuang lewat jet tempur. Mereka diminta segera keluar lantaran bangunan itu bakal diluluhlantakkan. Ancaman itu terbukti Senin lalu, serangan rudal Israel menewaskan satu pentolan Jihad Islam dan melukai tiga anggota kelompok itu.
Militer Israel mengakui mereka sadar gedung itu menjadi markas wartawan. Jadi kami tidak menyerang lantai lain," kata juru bicara militer Israel Avital Lebovich dalam jumpa pers, seperti dilaporkanBBC. Dia meminta seluruh jurnalis tidak mendekati basis-basis pertahanan pejuang Palestina demi keamanan mereka.
Sesuai Protokol Pertama Pasal 79 Konvensi Jenewa, menyerang wartawan merupakan kejahatan perang. Konvensi ini juga menyebut membantai warga sipil seperti perempuan dan anak-anak, termasuk kejahatan kemanusiaan.
Jika tudingan itu dialamatkan kepada Israel, tentu bukan hal baru. Ketika perang 22 hari dengan Hamas empat tahun lalu, mereka juga menargetkan wartawan, sekolah, masjid, dan rumah sakit. Dari 1.417 korban tewas dari pihak Palestina, 926 di antaranya penduduk sipil, termasuk 313 anak.
Tim pencari fakta bentukan Dewan Hak Asasi Perserikatan Bangsa-Bangsa menyimpulkan Israel telah melakukan kejahatan kemanusiaan saat agresi 2008 ke Jalur Gaza. Namun rekomendasi komite dipimpin Richard Goldstone (hakim Afrika Selatan keturunan Yahudi) ini mendapat penolakan dari Amerika yang memiliki veto di Dewan Keamanan PBB. Alhasil, pejabat sipil dan militer Israel tidak bisa diadili di Mahkamah Kejahatan Internasional, Den Haag, Belanda.
Miris sekaligus bodoh, para pemimpin negara muslim hanya sekadar mengutuk atau mengecam. Alhasil, para petinggi negara Bintang Daud itu tetap bebas melenggang setelah Gaza menjadi kuburan massal.
FROM : VIVA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar